Ija Kroeng




Wednesday, November 11, 2015


Ija Kroeng

Khairul dengan Ija Kroeng-nya. (Foto @ija_kroeng)
Mendengar nama “Ija Kroeng” tentu tidak asing lagi bagi kita orang Aceh. Budaya memakai kain sarung -ija kroeng- sudah kita kenal sejak kanak-kanak sebagai pakaian yang kita pakai sehari-hari, khususnya saat pergi mengaji dan shalat.

Tradisi berkain sarung dalam keseharian orang Aceh sudah berlaku secara turun-temurun, tanpa kita tahu pasti sejak kapan asal mulanya. Hanya saja, kain sarung yang dipakai selama ini umumnya produksi luar Aceh. Dengan beragam jenis/merek produksinya dan begitu mudah didapatkan di toko-toko kain dan pedagang pakaian.

Nah, tahukah Anda kalau kini di Aceh sejak Maret lalu sudah ada kain sarung buatan tangan (hand made) putra Aceh ini sendiri? Adalah “Ija Kroeng” nama/brand andalan yang diberikan untuk kain sarung “made in” putra Aceh yang satu ini; Khairul Fajri (35) yang mengangkat khazanah budaya Aceh.

“Kain sarung itu fashionable, bisa dipakai semua umur,” jelas Khairul saat ditemui di sela-sela pameran Peringatan 100 Tahun Museum Aceh, awal Agustus.

Khairul mengaku hand made yang digagasnya telah punya nama tersendiri yang familiar bagi masyarakat di Aceh, apalagi konsep promosinya pun sudah menggaet media sosial untuk menarik minat anak-anak muda.

Dengan alasan historis yang kuat, ija kroeng bercerita bahwa sejak ratusan tahun yang lalu masyarakat Aceh memakai ija kroeng dalam melakukan aktifitas sehari-hari, khususnya dalam melakukan ibadah.

“Jadi sebutan ija kroeng sudah sangat familiar di masyarakat Aceh, alhamdulillah brand Ija Kroeng juga sudah mendaftarkan merek dan logo ke Ditjen HaKI Kemenkumham,” sebut lelaki yang pernah mengecap pendidikan di Berlin, Jerman.

Uniknya lagi, produk kain sarung yang diproduksi CV Berlindo ini hanya memiliki dua warna, yakni hitam dan putih. Tidak saja kain sarung untuk orang dewasa, teranyar Khairul memproduksi goodie bag dan shawl.

“Hanya dua warna yang kita produksi saat ini, hitam dan putih. Apalagi warna hitam itu identik sekali dengan pakaian orang Aceh dulu. Kita bisa lihat sejarah dan foto-foto orang Aceh jaman dulu, pasti didominasi oleh warna hitam, mau baju, celana, atau selendang,” sebut Khairul yang membuka Workshop Ija Kroeng di Residen Danu Broto, Nomor 13 Geuceu Kayee Jatoe, Banda Aceh.

Workshop Ija Kroeng di Geuceu Kayee Jatoe. (Foto iloveaceh.org)
Tentu kualitas menjadi perhatian serius bagi Khairul. Bahkan dia berani memberikan garansi benang sampai lima tahun. Sehingga karena dianggapnya berkualitas, harga satu lembar Ija Kroeng original yang dijual setiap saat dihargai Rp 162.000 per lembar untuk ukuran dewasa. Dan Rp 117.000 untuk ukuran anak-anak.

Sementara untuk edisi terbatas (limited edition), satu lembarnya  untuk ukuran dewasa dihargai Rp 250.000. Sementara untuk ukuran anak-anak Rp 210.000 per lembarnya. Warnanya ada yang merah, hijau dan lainnya. “Dilihar dari pengerjaannya yang edisi terbatas ini belum juga tergolong mahal, karena untuk edisi ini saya kerjakan sendiri,” ujarnya.

Usaha kain sarung “made in Aceh” yang dimulai sekitar bulan Maret 2015 lalu ini, pelan-pelan telah banyak dikenal oleh kalangan anak muda di Aceh dan tak kalah menariknya juga banyak dipesan oleh orang-orang luar Aceh.

Kain sarung brand “Ija Kroeng” milik Khairul aktif dipromosikan dengan menggunakan media sosial twitter dan instagram dengan mengusung tagline; “kabarkan ke warga dunia di Aceh ada Ija Kroeng”. Melalui twitter @ija_kroeng, dia mempromosikan kain sarung buatannya dengan membagikan foto-foto dari akun instagramnya “ijakroeng”.

Seperti saat Ramadhan dan Idul Fitri sebulan lalu. “Coming soon, ija kroeng limited edition series for ramadhan & idul fitri 1436H @iloveaceh @ILAcrew” twit @ija_kroeng, 19 Juni lalu.

Ruang Workshop Ija Kroeng. (Foto @iloveaceh)
Lantas akhir pekan lalu, pemilik “Ija Kroeng” diundang oleh Center for Creative Industry of Syiah Kuala University (CCIS) dalam sebuah pertemuan untuk membahas kerjasama dalam pengembangan produk kreatif berbasis kearifan lokal Aceh.

Walaupun banyak hambatan dan pernah diejek "kain kafan", Khairul sukses memasarkan produknya ke Medan, Pekanbaru, Jakarta, Kalimantan dan beberapa kota di kawasan Pulau Jawa. Tidak sampai di situ, ekspor pun sudah dilakukan ke Malaysia, Jepang, Denmark, Belanda, Swedia dan bahkan Pantai Gading di kawasan Afrika Barat.

CCIS di laman facebooknya dituliskan, menjadikan Ija Kroeng sebagai mitra untuk pengembangan produk kreatif dan innovatif serta akan membantu Ija Kroeng dengan dukungan sumber daya manusia dari Universitas Syiah Kuala. “Saat ini produk Ija Kroeng sudah dapat diperoleh pada Out Let CCIS di Library Gift Shop (LGS) Unsyiah di Gedung Perpustakaan Induk. CCIS juga akan mendorong Ija Kroeng untuk masuk dalam rencana program Pemerintah Kota Banda Aceh yaitu, Program One Vilage One Product (OVOP),” tulisnya.[]

0 komentar:

Post a Comment

 

Flickr Images

Video of the day

Copyright © 2015 • Aceh Plus
Blogger Templates